Selama tiga tahun berumah tangga,
boleh dibilang aku tidak pernah berselingkuh. Istriku cantik, dan kami telah
dianugerahi seorang anak lelaki berusia dua tahun. Rumah tangga kami boleh
dibilang rukun dan bahagia, semua orang mengakui bahwa kami pasangan yang
serasi.
Sebenarnya godaan cukup banyak.
Bukannya sombong, sebagai laki-laki berusia sekitar 28 yang cukup ganteng,
punya jabatan pula, kukira aku termasuk idola para wanita. Di kantor, misalnya,
aku tahu ada satu-dua karyawati yang menyukaiku. Tante Shinta, instruktur senam
istriku, setiap kali bertemu pasti memberi sinyal-sinyal mengundang kepadaku,
tapi tidak pernah kuladeni. Demikian pula Ibu Yessi, salah seorang rekanan
bisnisku. Siapa sangka, akhirnya aku selingkuh juga. Yang lebih tidak dapat
dimengerti, aku berselingkuh dengan pembantu!
Namanya Mila, usianya sekitar 20
tahun, asal Sukabumi. Wajahnya memang lumayan manis, lugu, ditambah lagi dengan
kulitnya yang putih mulus. Tubuhnya agak kecil, tingginya sekitar 150 cm,
tetapi sintal. Pinggangnya ramping, sementara pantatnya besar dan buah dadanya
bulat montok.
Terus terang, aku sudah punya
perasaan dan pikiran negatif sejak pertama kali dia diperkenalkan kepada kami
oleh Bik Iroh, pembantu tetangga sebelah rumil. Entah bagaimana, ada
desir-desir aneh di dadaku, terlebih lagi ketika kami beradu pandang dan dia
mengulum senyum sembari menunduk.
Saat itu sebenarnya istriku merasa
kurang sreg untuk menerima Mila bekerja. Naluri kewanitaannya mengatakan bahwa
gadis itu type penggoda. Dia takut jangan-jangan akan banyak terjadi skandal
dengan sopir-sopir dan para bujang di lingkungan kami. Tetapi kondisinya saat
itu agak memaksa sebab istriku tiba-tiba harus berangkat ke luar negeri untuk
urusan dinas, sementara pembantu kami baru saja pulang kampung.
Ternyata, skandal yang dikhawatirkan
istriku itu benar-benar terjadi, tetapi justru dengan aku sendiri. Celakanya
sampai saat ini aku tidak bisa menghentikan itu. Aku seperti mabuk kepayang.
Harus kuakui, bersetubuh dengan Mila memang lain. Kenikmatannya tiada banding.
Semakin sering aku menidurinya, rasanya malah bertambah nikmat.
Agar tidak terbongkar, aku segera
mengambil langkah pengamanan. Hanya beberapa hari setelah istriku kembali dari
luar negeri, Mila minta berhenti. Alasannya pulang kampung karena orang tuanya
sakit keras. Tentu saja itu bohong. Yang betul adalah dia kuamankan di sebuah
kamar kos yang letaknya tidak jauh dari kantorku. Aku juga membiayai semua
kebutuhan sandang pangannya. Hampir setiap siang aku mampir ke sana untuk
mereguk kenikmatan bersamanya. Kadang-kadang aku juga menginap satu-dua malam
dengan alasan dinas ke luar kota. Dan itu telah berjalan hampir dua tahun
sampai saat ini.
Hari pertama Mila bekerja di rumil
kami, tidak ada kejadian yang berarti untuk diceritakan.Yang jelas, semua
petunjuk dan instruksi dari istriku dilaksanakannya dengan sangat baik.
Nampaknya dia cukup rajin dan berpengalaman, serta pandai pula menjaga anak.
Hari kedua, pagi-pagi sekali, aku
berpapasan dengan Mila di muka pintu kamarnya. Aku sedang menuju ke kamar mandi
ketika dia keluar kamar. Dia pasti baru selesai mandi karena tubuhnya
menebarkan bau harum. Saat itu dia mengenakan rok span dan t-shirt ketat
seperti yang umum dikenakan ABG zaman sekarang. Sexy sekali. Otomatis
kelelakianku bangkit. Aku jadi seperti orang tolol, mematung diam sembari
memandangi Mila. Sejenak gadis itu membalas tatapanku, lalu menunduk dengan
muka memerah dadu. Aku lekas-lekas berlalu menuju kamar mandi.
Sehabis mandi, kudapati Mila sudah
berganti pakaian, kembali mengenakan baju longgar dan sopan seperti kemarin.
Keherananku segera terjawab ketika istriku bercerita di dalam kamar sembari
bersungut-sungut:
"Gawat nih si Mila itu! Papa
nggak lihat sih, pakaiannya tadiSexy banget! Jangan-jangan Papa juga bisa
naksir kalau lihat."
"Terus?" tukasku tak acuh.
"Yah Mama suruh ganti.
Ingat-ingat ya Pa, selama Mama nggak ada, jangan kasih dia pakai baju yang
sexy-sexy begitu!"
Hari ketiga, lewat tengah malam, aku
bercumbu dengan istriku di ruang TV. Besok istriku berangkat untuk kurang lebih
tiga minggu, jadi malam itu kami habiskan dengan bermesraan.Sebelumnya kami
menonton film biru terlebih dahulu untuk lebih memancing birahi. Seperti biasa,
kami bermain cinta dengan panas dan lama. Pada akhir permainan, di saat-saat
menjelang kami mencapai orgasme, tiba-tiba aku merasa ada seseorang mengawasi
kami di kegelapan. Aku tidak bercerita kepada istriku, sementara aku tahu,
orang itu adalah Mila. Yang aku tidak tahu, berapa lama gadis itu menyaksikan
kami bermain cinta.
Keesokan harinya, sore-sore, istriku
berangkat ke Thailand. Aku mengantarnya ke airport bersama anak kami. Hari itu
kebetulan Sabtu, jadi aku libur.
Pulang dari airport, kudapati Mila
mengenakan t-shirt ketat berwarna pink yang kemarin. Jantungku langsung
dag-dig-dug melihat penampilannya yang tak kalah menarik dibanding ABG-ABG
Jakarta. Selintas aku teringat pesan istriku, tapi kenyataannya aku membiarkan Mila
berpakaian seperti itu terus. Bahkan diam-diam aku menikmati keindahan tubuh Mila
sementara dia menyapu dan membersihkan halaman rumil.
Hari kelima, pagi-pagi sekali, aku
hampir tidak tahan. Aku melihat Mila keluar dari kamar mandi dengan hanya
berlilitkan handuk di tubuhnya. Dia tidak melihatku. Kemaluanku langsung
mengeras. Bayangkan saja, ketika istri sedang tidak ada, seorang gadis manis
memamerkan keindahan tubuhnya sedemikian rupa. Maka, diam-diam aku menghampiri
begitu dia masuk kamar.
Aneh, pintu kamarnya tidak ditutup
rapat. Aku dapat melihat ke dalam dengan jelas melalui celah pintu selebar
kira-kira satu centi. Apa yang kusaksikan di kamar itu membuat jantungku
memompa tiga kali lebih cepat, sehingga darahku menggelegak-gelegak dan nafasku
memburu. Aku menelan ludah beberapa kali untuk menenangkan diri.
Nampak olehku Mila sedang duduk di
tepian ranjang. Handuk yang tadi meliliti tubuhnya kini tengah digunakannya
untuk mengeringkan rambut, sementara tubuhnya dibiarkannya telanjang bulat.
Sepasang buah dadanya yang montok berguncang-guncang. Lalu ia mengangkat
sebelah kakinya dengan agak mengangkang untuk memudahkannya melap
selangkangannya dengan handuk. Dari tempatku mengintip, aku dapat melihat
rerumputan hitam yang tidak begitu lebat di pangkal pahanya.
Saat itu setan-setan memberi
petunjuk kepadaku. Mengapa dia membiarkan pintunya sedikit terbuka seperti ini?
Setelah menyaksikan aku bermain cinta dengan istriku, tidak mustahil kalau dia
sengaja melakukan ini untuk memancing birahiku. Dia pasti menginginkan aku
masuk Dia pasti akan senang hati menyambut kalau aku menyergap tubuhnya di pagi
yang dingin seperti ini…
Ketika kemudian dia meremas-remas
sendiri kedua payudaranya yang montok, sementara mukanya menengadah dengan mata
terpejam, aku benar-benar tidak tahan lagi. Batang kemaluanku seakan berontak
saking keras dan panjang, menuntut dilampiaskan hasratnya. Tanganku langsung
meraih handle karena aku sudah memutuskan untuk masuk…
Pada saat itu tiba-tiba terdengar
anakku menangis. Aku jadi sadar, lekas-lekas aku masuk ke kamar anakku. Tak
lama kemudian Mila menyusul, dia mengenakan daster batik yang terbuka pada
bagian pundak. Kurang ajar, pikirku, anak ini tahu betul dia punya tubuh indah.
Otomatis batang kemaluanku mengeras kembali, tapi kutahan nafsuku dengan susah
payah.
Alhasil, pagi itu tidak terjadi
apa-apa. Aku keluar rumil untuk menghindari Mila, atau lebih tepatnya, untuk
menghindari nafsu birahiku sendiri. Hampir tengah malam, baru aku pulang. Aku
membawa kunci sendiri, jadi kupikir, Mila tidak akan menyambutku untuk
membukakan pintu. Aku berharap gadis itu sudah tidur agar malam itu tidak
terjadi hal-hal yang negatif.
Tetapi ternyata aku keliru. Mila
membukakan pintu untukku. Dia mengenakan daster yang tadi pagi. Daster batik
itu berpotongan leher sangat rendah, sehingga punggungnya yang putih terbuka,
membuat darahku berdesir-desir. Lebih-lebih belahan buah dadanya sedikit
mengintip, dan sebagian tonjolannya menyembul. Rambutnya yang ikal sebahu agak
awut-awutan. Aku lekas-lekas berlalu meninggalkannya, padahal sejujurnya saat
itu aku ingin sekali menyergap tubuh montoknya yang merangsang.
Sengaja aku mengurung diri di dalam
kamar sesudah itu. Tapi aku benar-benar tidak dapat tidur, bahkan pikiranku
terus menerus dibayangi wajah manis Mila dan seluruh keindahan tubuhnya yang
mengundang. Entah berapa lama aku melamun, niatku untuk meniduri Mila
timbul-tenggelam, silih berganti dengan rasa takut dan malu. Sampai tiba-tiba
aku mendengar suara orang meminta-minta tolong dengan lirih…
Tanpa pikir panjang, aku langsung
melompat dari ranjang dan segera berlari ke arah suara. Ternyata itu suara Mila.
Sejenak aku berhenti di muka pintu kamarnya, tetapi entah mengapa, kini aku
berani masuk.
Kudapati Mila tengah meringkuk di
sudut ranjang sambil merintih-rintih lirih. Aku tercekat memandangi tubuhnya
yang setengah telanjang. Daster yang dikenakannya tersingkap di sana-sini,
memamerkan kemulusan pahanya dan sebagian buah dadanya yang montok. Sejenak aku
mematung, menikmati keindahan tubuh Mila yang tergolek tanpa daya di hadapanku,
di bawah siraman cahaya lampu kamar yang terang benderang. Otomatis
kelelakianku bangkit. Hasratku kian bergelora, nafsu yang tertahan-tahan kini
mendapat peluang untuk dilampiaskan. Dan setan-setan pun membujukku untuk
langsung saja menyergap. "Dia tidak akan melawan," batinku.
"Jangan-jangan malah senang, karena memang itu yang dia harapkan..."
Kuteguk liurku berulang-ulang sambil mengatur nafas. Untuk sesaat aku berhasil
mengendalikan diri. Kuraih pundak Mila, kuguncang-guncang sedikit agar dia
terbangun.
Gadis itu membuka mata dengan rupa
terkejut. Posisinya menelentang kini, sementara aku duduk persis di sisinya.
Jantungku bergemuruh. Dengan agak gemetar, kutepuk-tepuk pipi Mila sambil
berupaya tersenyum kepadanya.
"Kamu ngigo' yaa?" godaku.
Mila tersipu.
"Eh, Bapak?! Mila mimpi serem,
Pak!"
Suaranya lirih. Gadis itu bangkit
dari tidurnya dengan gerakan agak menggeliat, dan itu malah membuat buah
dadanya semakin terbuka karena dasternya sangat tidak beraturan. Aku jadi
semakin bernafsu.
"Mimpi apaan, Mil?"
tanyaku lembut.
"Diperkosa…!" jawab Mila
sembari menunduk, menghindari tatapanku.
"Diperkosa siapa?"
"Orang jahat! Rame-rame!"
"Ooohkirain diperkosa
saya!"
"Kalau sama Bapak mil nggak
serem…!"
Aku jadi tambah berdebar-debar,
birahiku semakin membuatku mata gelap. Kurapikan anak-anak rambut Mila yang
kusut. Gadis itu menatapku penuh arti. Matanya yang bulat memandangku tanpa
berkedip. Aku jadi semakin nekad.
"Kalau sama saya nggak
serem?" tanyaku menegaskan dengan suara agak berbisik sambil mengusap pipi
Mila. Babu manis itu tersenyum.
Entah siapa yang memulai, tahu-tahu
kami sudah berciuman. Aku tidak peduli lagi. Kusalurkan gejolak birahi yang
selama ini tertahan dengan melumat bibir Mila. Dia membalas dengan tak kalah
panas dan bernafsu. Dia bahkan yang lebih dahulu menarik tubuhku sehingga kami
rebah di atas ranjang sembari terus berciuman.
Tanganku lasak meremas-remas buah
dada Mila. Kupuaskan hasratku pada kedua gundukan daging kenyal yang selama
beberapa hari terakhir ini telah menggodaku. Mila pun tak tinggal diam. Sambil
terus membalas lumatanku pada bibirnya, tangannya merayap ke balik celana
pendek yang kukenakan. Pantatku diusap-usap dan diremasnya sesekali dengan
lembut.
Ketika ciuman terlepas, kami
berpandangan dengan nafas memburu. Mila membalas tatapanku dengan agak sayu.
Bibirnya merekah, seakan minta kucium lagi. Kusapu saja bibirnya yang indah itu
dengan lidah. Dia balas menjulurkan lidah sehingga lidah kami saling menyapu.
Kemudian seluruh permukaan wajahnya kujilati. Mila diam, hanya tangannya yang
terus merayap-rayat di balik celana dalamku.
Aku jadi tambah bernafsu. Lidahku
merambat turun ke leher. Mila menggelinjang memberi jalan. Terus kujilati
tubuhnya yang mulai berkeringat. Mila menggelinjang-gelinjang hebat ketika buah
dadanya kujilati. "Geliii.." desisnya sambil mengikik-ngikik, dan itu
malah membuatku tambah bernafsu. Daging-daging bulat montok itu terus kujilati,
kukulum putingnya, kusedot-sedot dengan rakus, tentunya sambil kuremas-remas
dengan tangan.
Payudara Mila yang lembut kurasa
semakin mengeras, pertanda birahinya kian meninggi. Lebih-lebih putingnya yang
mungil berwarna merah jambu, telah amat keras seperti batu. Aku jadi semakin
bersemangat. Sesekali mulutku merayap-rayap menciumi permukaan perut, pusar dan
turun mendekati selangkangannya.
Mila mulai merintih dan meracau,
sementara tangannya mulai berani meraba batang kemaluanku yang telah menegang
sedari tadi. Kurasakan pijitannya amat lembut, menambah rangsangan yang luar
biasa nikmat. Aku tidak tahan, tanganku balas merayap ke balik celana dalamnya.
Mila mengangkang, pinggulnya mengangkat. Kugosok celah vaginanya dengan jari.
Basah. Dia mengerang agak panjang ketika jari tengahku menyelusup ke dalam
liang vaginanya, batang penisku digenggamnya erat dengan gemas. Aku semakin
tidak tahan, maka kubuka celana pendek dan celana dalamku sekaligus.
Mila langsung menyerbu begitu batang
kemaluanku mengacung bebas tanpa penutup apa pun lagi. Dengan posisi
menungging, digenggamnya batang kemaluanku, lalu dijilat-jilatnya ujungnya
seperti orang menjilat es krim. Tubuhku seperti dialiri listrik tegangan
tinggi. Bergetar, nikmat tak terkatakan.
"Mila udah tebak, pasti punya
Bapak gede…" desis Mila tanpa malu-malu.
"Isep, Mil…!" kataku
memberi komando.
Tanpa menunggu diminta dua kali, Mila
memasukkan batang kemaluanku ke dalam mulutnya.
"Enak, Milenak banget…,"
aku mendesis lirih, sementara tubuhku menggeliat menahan nikmat.
Mila semakin bersemangat mengetahui
betapa aku menikmati hisapannya pada penisku. Batang kemaluanku
dikocok-kocoknya dengan amat bernafsu sementara mulutnya mengulum dengan
gerakan maju mundur. Sesekali lidahnya menjulur menjilat-jilat. Pintar sekali.
Belakangan baru kuketahui bahwa Mila
itu seorang janda. Dia dipaksa kawin sejak usia 14 dengan lelaki berumur yang
cukup kaya di desa. Ternyata suaminya seorang pemabuk, penjudi, dan mata
keranjang. Satu-satunya yang disukai Mila dari lelaki itu adalah keperkasaannya
di atas ranjang. Hanya itu yang membuatnya sanggup bertahan empat tahun berumil
tangga tanpa anak. Baru setahun yang lalu suaminya meninggal, sehingga
statusnya kini resmi menjadi janda.
Pantas saja nafsunya begitu besar.
Dia mengaku bahwa hasrat seksualnya langsung bangkit kembali sejak pertama kali
bertemu aku. Kenangan-kenangannya tentang kenikmatan bermain cinta terus
menggodanya, sehingga diakuinya bahwa sejak hari itu dia terus berusaha untuk
menarik perhatianku.
Nafsu yang menggebu-gebu, serta
hasrat yang terpendam berhari-hari, membuat gadis itu menjadi liar tak
terkendali. Sambil terus mengulum dan menjilat-jilat batang kemaluanku,
tubuhnya beringsut-ingsut hingga mencapai posisi membelakangi dan mengangkangi
tubuhku. Pantatnya yang bulat, besar seperti tampah, tepat berada di depan
wajahku. Kuusap-usap pantatnya, lalu kuminta lebih mendekat sambil kuturunkan
celana dalamnya. Dia menurut, diturunkannya pinggulnya hingga aku dapat mencium
selangkangannya.
Terdengar dia mendesis begitu
kujulurkan lidahku menyapu permukaan liang vaginanya yang merekah basah. Kedua
pahanya mengangkang lebih lebar, sehingga posisi pinggulnya menjadi lebih ke
bawah mendekati mukaku. Kini aku lebih leluasa mencumbu kemaluannya, dan aku
tahu, memang itu yang diharapkan Mila.
Kusibakkan bulu-bulu halus di
seputar selangkangan babu cantik yang ternyata mempunyai libido besar itu.
Kugerak-gerakkan ujung lidahku pada klitorisnya. Kuhirup baunya yang khas, lalu
kukenyot bibir vaginanya dengan agak kuat saking bernafsu. Mila merintih.
Tubuhnya sedikit mengejang, hisapannya pada kemaluanku agak terhenti.
"Jangan berhenti dong,
Maaaahh," desisku sambil terus menjilat-jilat vaginanya.
"Mila keenakan, Pak…"
jawab Mila terus terang. Lalu kembali dia mengulum sambil mengocok-ngocok
batang kemaluanku. Dengan bernafsu dia terus berusaha menjejal-jejalkan batang
penisku sepenuhnya ke dalam mulutnya, tetapi tidak pernah berhasil karena
ukuran tongkat wasiatku itu memang cukup luar biasa: gemuk, dan panjangnya
hampir 20 cm!
Aku membalas dengan merekahkan mulut
vaginanya dengan kedua tangan. Lubang surgawi itu menganga lebih lebar, maka
kujulurkan lidahku lebih ke dalam. Mila membalas lagi dengan menghisap-hisap
batang kemaluanku lebih cepat dan kuat. Aku tak mau kalah, kutekan pantatnya
hingga kemaluannya menjadi lebih rapat pada mukaku, lalu kujilat dan kuhisap
seluruh permukaan liang kemaluannya.
"OoooohhhMila nggak
kuattt…." terdengar Mila mengerang tiba-tiba. Aku tak peduli. Aku justru
jadi semakin bersemangat dan bernafsu mencumbu kemaluan Mila. Gadis itu juga
kian liar. Tangan dan mulutnya semakin luar biasa cepat mengerjai batang
kemaluanku, sementara tubuhnya menggeliat-geliat tak terkendali. Aku tahu
birahinya telah teramat sangat tinggi, maka kukomandoi dia untuk rebah
menelentang, lalu segera kutindihi tubuh montoknya.
"Enak, Mil?" tanyaku.
"Enak banget, PakMila nggak
tahan…"
"Kamu mau yang lebih enak,
kan?"
"Ya mau, dong…" Mila
nampak masih sedikit malu-malu, tapi jelas dia tidak dapat lagi mengontrol
nafsunya. Wajahnya yang biasanya lugu, kini nampak sebagai perempuan
berpengalaman yang sedang haus birahi.
"Kamu pernah ngentot, Mil?"
tanyaku lembut, takut dia tersinggung. Tapi dia malah tersenyum, cukup bagiku
sebagai pengakuan bahwa dia memang sudah pernah melakukan itu.
"Kamu mau?" tanyaku lagi. Mila
menutup matanya sekejap sebagai jawaban.
"Buka dulu dasternya, ya?"
Dalam sekejap, Mila telah
bertelanjang bulat. Aku juga membuka kaos, sehingga tubuh kami sama-sama bugil.
Polos tanpa sehelai benang pun. Mila memintaku mematikan lampu kamar, tapi aku
menolak. Aku justru senang menonton keindahan tubuh Mila di bawah cahaya lampu
yang terang benderang begitu.
"Malu, ah, Pak…" kata Mila
dengan nada manja, sementara aku memandangi sepasang payudaranya yang bulat,
besar dan padat.
"Saya naksir ini sejak pertama
kamu masuk," kataku terus terang sambil mengecup puting susunya yang
sebelah kanan, disusul dengan yang sebelah kiri.
"Mila tau," jawab Mila
tersipu. "Tapi Mila pikir, Bapak mana mau sama Mila?!"
"Sejak hari pertama, saya udah
ngebayangin beginian sama kamu."
"Kok sama sih?! Mila
juga…"
"Bohong!"
"Sumpah! Apalagi abis liat
Bapak gituan sama IbuSeru banget, Mila jadi ngiri…"
"Kamu ngintip, ya?"
"Bapak juga tau, kan?"
Sambil berkata begitu, tangan kanan Mila
menggenggam batang penisku. Kedua pahanya mengangkang memberi jalan dan
pinggulnya mengangkat sedikit. Digosok-gosokkannya ujung batang kemaluanku pada
mulut vaginanya yang semakin basah merekah.
Aku membalas dengan menurunkan
pinggulku sedikit. Saat itu di benakku terlintas wajah istri dan anakku, tetapi
nafsu untuk menikmati surga dunia bersama Mila membuang jauh-jauh segala
keraguan. Bahkan birahiku semakin bergelora begitu aku memandang wajah Mila
yang telah sedemikian sendu akibat birahi.
"Paaak…." terdengar
desis suara Mila memanggilku teramat lirih. Kedua tangannya mengusap-usap
sambil sedikit menekan pantatku, sementara batang penisku telah penetrasi
sebagian ke dalam vaginanya.
Kutekan lagi pinggulku lebih ke
bawah. Batang penisku bergerak masuk inci demi inci. Kurasakan Mila menahan
nafas. Kutahan sejenak, lalu perlahan justru kutarik sedikit pinggulku. Mila
membuang nafas. Kedua tangannya mencengkeram pantatku. Aku mengerti, kutekan
lagi pinggulku. Kembali Mila menahan nafas. Dua tiga kali kuulang seperti itu.
Setiap kali, kemaluanku masuk lebih dalam dari sebelumnya. Dan itu membuat Mila
keenakan. Dia mengakuinya terus terang tanpa malu-malu. "Bapak pinter
banget…" desisnya sambil mencubit pantatku, sesaat setelah aku menekan
semakin dalam. Batang penisku telah hampir amblas seluruhnya. Mila cukup sabar
menikmati permainanku, tetapi akhirnya dia tidak tahan.
"Mila rasanya kayak
terbang…" dia meracau.
"Kenapa?"
"EnakhMasukin semua atuh, Paaksupaya
lebih enak…" Berkata begitu, tiba-tiba kedua tangannya merangkul dan
menarik leherku. Diciuminya mukaku dengan penuh nafsu.
"Imaaaahhh." bisikku
sambil membalas menjilat-jilat permukaan wajahnya.
"Paak…"
Aku jadi ikut-ikutan tidak tahan,
ingin segera menuntaskan permainan. Maka dengan agak kuat kutekan pantatku
dalam-dalam, sehingga batang kemaluanku terbenam sepenuhnya di liang vagina Mila.
Anak itu mengerang lirih, "Ssshhh…. aaaahhhh…, sssssssshhhh…..,
aaaaaaaahhhh…."
Dalam beberapa menit, kami
bersanggama dalam posisi konvensional. Aku di atas, Mila di bawah. Itu pun
sudah teramat sangat luar biasa nikmat. Ternyata Mila pintar sekali. Pinggulnya
dapat berputar cepat seperti gasing, mengimbangi gerakan penetrasiku pada
vaginanya. Setengah mati aku mengatur gerakan sembari terus mengendalikan
kobaran birahiku. Kadang aku menekan dengan gerakan lembut satu-dua, sesekali
kucepatkan dan kukuatkan seakan hendak menjebol dinding vagina Mila.
Rupanya Mila termasuk type perempuan
yang sangat panas dan liar dalam bermain cinta. Itulah justru yang kelak
membuatku demikian tergila-gila kepadanya sampai-sampai tidak dapat lagi
menghentikan perselingkuhan kami. Setiap kali aku berniat berhenti, bayangan
erotisme Mila membuatku justru ingin mengulang-ulangnya kembali.
Tubuhnya tidak pernah berhenti
bergoyang, seiring dengan erangan dan desahannya. Setiap kali aku menekan
kuat-kuat, dia justru mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi sehingga kemaluan
kami menyatu serapat-rapatnya. Bila aku menekan dengan gerakan lembut satu-dua,
dia mengimbangi dengan menggoyangkan pinggulnya seperti penari jaipong.
Nikmatnya tak dapat kulukiskan dengan kata-kata.
Aku merasa dinding pertahananku
hampir jebol. Kenikmatan luar biasa yang kurasakan dari perlawanan Mila yang
erotis sungguh tidak tertahankan lagi. Padahal baru beberapa menit. Aku segera
mengendalikan diri, kutarik nafas panjang-panjang, lalu kutarik tubuhku dari
tubuh Mila.
Aku menelentang, dan kuminta Mila
menaiki tubuhku. Dia menurut. Dengan gerakan yang sangat cepat, dia segera
nangkring di atas tubuhku. Diraihnya batang kemaluanku yang terus mengacung
keras seperti tugu batu, dan diarahkannya kembali pada liang vaginanya.
Keringat menetes-netes dari wajahnya
yang manis. Kuraih sepasang payudaranya yang bergelantung bebas, kuremas dan
kuputar-putar dengan lembut. Mila mendesah sambil menekan pinggulnya agar
batang kemaluanku melesak lebih dalam.
"Nggghhh…..
sshhhh….aahhhh….," kembali dia merintih dan mendesah.
"Kenapa, Maah?"
"Ennaakh…, enak,
Paak…."
"Kamu pinter."
"Bapak yang pinter! Mila bisa
ketagihan kalau enak beginiMila pingin ngentot terus sama Bapak…"
"Kita ngentot terus tiap hari, Mil…"
"Bapak mau?"
"Asal Mila mau."
"Mila mau banget atuh, Pak.
Enak banget ngentot sama Bapak…."
"Ayo, genjot, Mil.. Kita main
sampai pagi!"
Mila segera bergoyang lagi. Tubuhnya
bergerak erotis naik-turun, maju-mundur, kiri-kanan, ditingkahi rintihan dan
desahannya yang penuh nafsu. Aku diam saja, hanya sesekali kuangkat pantatku
agar kemaluan kami bertaut lebih rapat. Akibatnya aku jadi lebih mampu
bertahan. Dalam posisi seperti itu, aku tahu bahwa perempuan biasanya akan
lebih cepat mencapai klimaks. Memang itu yang kuharapkan.
Perhitunganku tidak salah. Tidak
terlalu lama, goyangan Mila semakin erotis dan menggila. Naik-turun,
maju-mundur, dengan kecepatan yang fantastis. Erangan dan rintihannya pun
semakin tidak terkendali. Aku jadi semakin bersemangat karena mengetahui dia
akan segera mencapai orgasme.
"Paaak…., adduuh…, enak
bangetenak bangetenak, Pak…, yahyah…, Mila enak…"
"Saya juga enak, Maah…,
teruuusss…."
"Oooohhh…. enak banget
siihhh…., adduuuhhh…., adduuhh……"
"Terus, Maahenak bangetenak
ngentot ya, Maah…?"
"Enakh…, ngentot enak…, Mila
seneng ngentot sama Bapak…, kontol Bapak enak…"
"Memek kamu gurih…"
"Ooohhhh…., yah…, yah…,
yah…., Mila mau keluar, Paak…, Mila nggak kuatts…"
Tubuh Mila mengejang pada saat dia
mencapai orgasme. Kepalanya mendongak jauh ke belakang. Mulutnya mengeluarkan
rintihan panjang sekali. Saat itu kurasakan liang vaginanya berdenyut-denyut,
menambah kenikmatan yang fantastis pada batang kemaluanku.
Setelah itu dia menelungkup lunglai
di atas tubuhku. Nafasnya memburu setelah menempuh perjalanan panjang yang
membawa nikmat bersamaku. Kubiarkan sejenak dia menenangkan diri sementara
kemaluan kami masih terus bertaut rapat. Sesaat kemudian, baru aku berbisik di
telinganya, "Saya belum lho, Mil…?!"
Mila menengadah, mengangkat wajahnya
menatapku. Dikecupnya bibirku.
"Kan mau sampai pagi?!"
katanya dengan nada menggemaskan.
"Kamu mau istirahat dulu?"
"Nggakterus aja, Pak.. Mila
masih keenakan, kok…"
Sejenak kami berciuman. Dapat
kurasakan jantung Mila masih bergemuruh, pertanda birahinya memang masih
tinggi. Kuusap-usap pantatnya yang telanjang sementara kami berciuman rapat.
Kemudian kugulingkan tubuhku, sehingga Mila kembali berada di bawah.
Kucabut batang kemaluanku dari
vagina Mila. Dia menatapku dengan rupa tidak mengerti. Kuberikan dia senyuman,
lalu kuminta dia menelungkup. Mila mengerti sekarang, maka lekas-lekas dia
menelungkup sambil cekikikan.
"Nungging, Mil…" kataku
memberi komando.
Mila mengangkat pinggulnya hingga
menungging seperti permintaanku. Aku dapat melihat mulut vaginanya yang merekah
dari belakang. Kudekatkan mukaku, kucium mulut vaginanya, dan kupermainkan
klitorisnya sejenak dengan ujung lidah. Mila merintih lirih, pantatnya
mengangkat lebih tinggi sehingga mulut vaginanya merekah lebih lebar di depan
mukaku. Kumasukkan lidahku lebih dalam, kemudian kusedot mulut vaginanya sampai
berbunyi.
"Bapak emang pinter
banget…" desis Mila sembari menggelinjang menahan nikmat.
"Kita tancap lagi ya,
Maah…?!"
"Sampai pagi……..?!"
Aku berlutut di belakang tubuh Mila
yang menungging. Pantatnya mencuat tinggi ke belakang guna memudahkanku menusuk
kemaluannya. Kedua tangannya mencengkeram sprei yang kusut. Kepalanya terkulai.
Kudengar dia mendesah lirih ketika batang kemaluanku perlahan menerobos masuk
lewat belakang.
Kedua tanganku mencengkeram pantat Mila.
Sejenak aku berhenti. Mila menoleh ke belakang karena tidak sabar. Kutekan lagi
perlahan-lahan, sehingga dia kembali mengerang dengan kepala terkulai ke depan.
Aku berhenti lagi. Kuusap-usap pantatnya, kucengkeram agak kuat, lalu
kurekahkan dengan kedua tangan. Mila menoleh lagi ke belakang.
Tepat pada saat itu aku menekan
kuat-kuat. Deg! Tubuh Mila sampai terdorong ke depan. Dia langsung membalas
memundurkan pantatnya, diputar-putar, berusaha keras agar batang penisku masuk
lebih dalam. Agak susah karena ukurannya super king.
Kembali dia menoleh ke belakang.
Kutekan lagi kuat-kuat! Kini Mila sudah siap. Bersamaan dengan gerakanku, dia
menyambut dengan mendorong pantatnya kuat-kuat ke belakang. Slep! Batang
kemaluanku menyeruak masuk. Kutahan sejenak, lalu kudorong lagi sekuat-kuatnya.
Mila kembali menyambut dengan gerakan seperti tadi. Kali ini dia mengerang
lebih keras karena batang penisku masuk hingga menyentuh dinding rahimnya.
"Sakit, Mil?" tanyaku.
"Nggakmalah enak…, terusin,
Paak…Mila belum pernah main kayak gini…"
Sambil menikmati bertautnya kemaluan
kami, kupeluk erat tubuh Mila dari belakang. Kuciumi tengkuknya. Mila berusaha
menoleh-noleh ke belakang, berharap aku menciumi bibirnya. Sesekali kuturuti
permintaannya sambil meremas-remas kedua buah dadanya yang memuai semakin
montok.
Kugerak-gerakkan pinggulku dengan
irama lembut dan teratur, kunikmati bertautnya kemaluan kami dalam posisi
"anjing kawin" itu sembari menciumi tengkuk dan leher Mila. Gadis itu
menggeliat-geliatkan tubuhnya, pinggulnya bergoyang-goyang ke kiri dan ke
kanan.
Beberapa menit kemudian, nafas Mila
mulai memburu kembali. Itu pertanda birahinya mulai meninggi, mendaki puncak
kenikmatannya kembali. Maka aku mulai mengambil posisi. Kedua tanganku
berpegangan pada pinggang Mila, sementara dia pun mengatur posisi pinggulnya
supaya lebih memudahkan aku. Setelah itu dia menoleh ke belakang memandangiku.
Tatapannya amat sayu, dan aku tahu, itulah tatapan perempuan yang sedang tinggi
birahinya.
Aku mulai bergerak maju mundur. Satu
dua, dengan irama teratur. Nafas Mila semakin kencang terdengar, seiring dengan
semakin kuatnya hunjaman batang kemaluanku pada liang vaginanya. Aku memompa
terus. Semakin lama semakin cepat dan kuat. Mila semakin terengah-engah.
Tubuhnya berguncang-guncang, sesekali sampai terdorong jauh ke depan, tapi
tidak sampai terlepas karena kutahan pinggangnya dengan kedua tangan.
Tubuh kami yang telanjang bulat
dibanjiri peluh. Lebih-lebih Mila, keringatnya menciprat ke mana-mana karena
tubuhnya berguncang-guncang. Itulah bagian dari erotisme Mila yang sangat aku
suka. Belum pernah aku merasakan sensasi bersetubuh yang senikmat ini.
Kurasakan ejakulasiku telah dekat, tapi kutahan sebisaku karena aku belum ingin
segera menyudahi kenikmatan yang tiada tara ini. Kugigit bibirku kuat-kuat,
sementara hunjaman penisku terus menguat dengan irama yang super cepat.
Mila semakin erotis. Nafasnya liar
seperti banteng marah, erangannya bercampur dengan rintihan-rintihan jorok
tiada henti.
"Ooohh…, aaahhh…, ohhh…,
aahhhh…, teruuss, Paak…, teruuusssss…, Mila enak…, enak banget…,
adduuuh, Maak…, Mila lagi keenakan nih, Maak…, oohhhaaahhh…, terus, Paakyahyahhhadduuuuh…..
sssshhh…. Maaak….., Mila lagi ngentot nih, Maak…, enaknyahhh…,
adduuuhhh…., ooohh…, yaahhhyaahhhhhhh…, terruuuusssss…"
Suara Mila keras sekali, tapi aku
tidak peduli. Justru mendatangkan sensasi yang menambah nikmat. Toh tidak ada
siapa-siapa di rumil ini, kecuali anakku yang sedang tidur lelap. Maka terus
kucepatkan dan kukuatkan sodokan-sodokanku. Mila semakin tidak terkendali.
Orgasmenya pasti sudah dekat, seperti aku juga.
Ketika kurasakan ejakulasiku telah
semakin dekat, kucabut tiba-tiba penisku dari dalam liang surgawi Mila. Dengan
gerak cepat, kubalikkan posisinya hingga menelentang, lalu secepat kilat pula
kutindih tubuhnya dan kumasukkan kembali batang penisku. Mila menyambut dengan
mengangkat pinggul agak tinggi, kedua pahanya mengangkang selebar-lebarnya
memberi jalan.
Vaginanya telah teramat sangat basah
oleh lendir sehingga memudahkan batang penisku segera masuk. Tapi tetap saja
aku harus menekan agak kuat karena mulut vaginanya kecil seperti perawan,
sementara batang kemaluanku besar dan keras seperti pentungan kayu.
Kurasakan spermaku telah menggumpal
di ujung batang kemaluanku, siap untuk dimuntahkan. Kulihat Mila pun sudah
hampir mencapai klimaks. Maka, langsung saja kutancap lagi, cepat, kuat, dan
kasar. Mila menjerit-jerit mengiringi pencapaian puncak kenikmatannya.
"Ssshhh….. aaahhh…, oooooohhh…,
kontol Bapak enak banget siiihhh…, adduuhhh…., terruuusss….,
yaaaaahhh…"Kami terdiam dengan tubuh menelentang sesudah itu. Hanya
desah nafas kami yang tersisa di tengah-tengah keheningan. Mataku tertumbuk
pada jam dinding. Hampir pukul empat. Entah berapa jam aku telah menghabiskan
waktu, mereguk kenikmatan bersama pembantu bernama Mila ini.
Pikiran warasku mulai kembali. Apa
yang telah kulakukan ini? Mendadak muncul penyesalan di dalam hati, tetapi
jujur harus kuakui betapa aku teramat sangat luar biasa menikmati perilaku yang
gila ini.
Rupanya Mila pun mengalami gejolak
perasaan serupa. Mulanya dia sangat menyesali perbuatan kami barusan, dia
menangis terisak-isak sambil memiringkan tubuh membelakangiku. Aku sempat
ketakutan.
"Kamu kenapa, Mil?"
bisikku sambil merangkulnya dari belakang.
"Mila malu…" jawab Mila
di tengah isaknya yang semakin menjadi. Perlahan kubalikkan badannya. Lalu
kupeluk dia erat-erat tanpa berkata apa pun, sampai tangisnya reda.
Berpelukan dalam keadaan bugil
dengan gadis semanis Mila tentu saja membuat birahiku terangsang kembali.
Batang kemaluanku mulai bangkit mengeras. Namun perkataan Mila membuatku
tersadar. Seharusnya aku yang malu. Maka tanpa berkata berkata-kata lagi, kutinggalkan
Mila seorang diri. Dalam hati aku bertekad untuk tidak akan pernah mengulang
perbuatanku tadi.
Aku tidur nyenyak sekali sampai
hampir pukul sebelas. Perjalanan panjang mendaki puncak kenikmatan membuat
tidurku seperti orang mati. Tubuhku terasa segar sekali sesudah itu.
Kudapati Mila tengah bermain dengan
anakku Gavin di ruang keluarga. Mengetahui aku sudah bangun, dia segera
menyiapkan sarapan untukku: kopi susu hangat, roti isi kornet kesukaanku, serta
dua butir telur ayam setengah matang. Walaupun dia tidak berkata apa pun,
kurasakan kemesraan yang luar biasa dalam pelayanannya itu. Darahku kontan
berdesir-desir. Apalagi saat itu dia mengenakan daster longgar yang amat
pendek. Pahanya yang putih mulus serta tonjolan buah dadanya yang super montok
membuatku hampir tidak tahan ingin memeluknya. Berani bertaruh, dia juga
merasakan hasrat yang sama denganku.
Tapi aku sudah bertekad bulat untuk
mengalahkan nafsuku sendiri. Kualihkan pikiran jorokku dengan berkonsentrasi
membaca koran mingguan sembari menyantap sarapan yang disediakan Mila. Sesudah
itu lekas-lekas aku pergi mandi. Aku harus menghindari kesempatan berduaan
dengan Mila. Maka, siang itu aku pergi membawa Gavin ke rumil mertuaku.
"Nggak makan siang dulu?"
tanya Mila perlahan sekali, suaranya seperti orang yang sangat merasa bersalah.
Aku jadi kasihan. Seharusnya dia tidak perlu salah tingkah seperti itu, tetapi
aku tidak mau membahasnya karena takut berdampak negatif.
Gavin bermain dengan riang gembira
di rumil neneknya. Banyak yang menemani dia di sana. Aku jadi bebas
beristirahat, tapi itu malah membuat banyak peluang untuk mengingat-ingat dan
melamunkan Mila.
Sambil rebahan menatap langit-langit
kamar, aku terbayang pada keindahan tubuh babu itu. Aku ingat bagaimana sexy-nya
dia ketika mengenakan t-shirt ketat. Buah dadanya membusung, memamerkan
ukurannya yang besar serta bentuknya yang bulat. Lalu terbayang ketika sepasang
payudara itu telah kutelanjangi. Benar-benar montok dan bagus. Lingkar dadanya
tidak besar, karena tubuh anak itu memang relatif mungil, tetapi bulatannya
luar biasa montok dan kenyal.
Otomatis aku jadi membayangkan
keseluruhan tubuh Mila yang telanjang. Anak itu mungil, tetapi dagingnya kenyal
dan padat. Aku paling suka dadanya, tetapi yang lain-lain pun indah sekali.
Kulitnya luar biasa halus mulus, putih seperti susu. Pinggul dan pantatnya
besar, kontras dengan pinggangnya yang ramping. Terakhir, yang membuat darahku
serasa bergolak dan mulai memanas adalah bayangan indah kemaluan Mila: bentuknya
yang tebal menggunung, bulu-bulu hitam keritingnya yang tidak terlalu lebat,
sampai belahannya yang merah merekah dibasahi cairan lendir pelumas, dihiasi
klitoris yang menyembul-nyembul. Ahhh, aku tidak dapat lagi menghentikan
lamunanku. Kucoba-coba membaca majalah untuk mengusir jauh-jauh bayangan Mila,
tapi tidak berhasil. Batang kemaluanku yang sudah telanjur naik tidak mau
turun-turun lagi. Aku jadi resah. Alih-alih bisa melupakan Mila, aku justru
teringat betapa erotisnya dia ketika tengah kusetubuhi semalam.
Semua tergambar jelas di benakku,
seakan-akan videonya diputar di langit-langit kamar. Birahiku naik semakin
tinggi, teringat bagaimana tubuh telanjang Mila menggelepar-gelepar menikmati
hunjaman batang penisku pada vaginanya. Juga erangan-erangannya yang jorok. Aku
benar-benar tidak tahan.
Tiba-tiba otakku mengkalkulasi
waktu. Saat ini baru pukul satu lewat sedikit. Kalau kutinggalkan Gavin di rumil
ini, lalu kujemput lagi nanti malam, maka aku akan punya waktu bebas setidaknya
delapan jam bersama Mila!
Dengan kesadaran penuh, kumatikan
akal sehatku. Aku pulang sendirian. Tentu saja Mila yang membukakan pintu pagar
karena memang tidak ada orang lain lagi di rumil. Mengetahui tidak ada Gavin,
dia memandangku dengan mata berbinar-binar. Aku pura-pura tidak tahu.
Belakangan Mila mengakui bahwa saat itu dia girang sekali karena memang dia
tengah mengharapkan aku datang sendirian tanpa Gavin. Sepanjang pagi dia
menyesali apa yang telah kami lakukan semalam, tetapi sama seperti aku,
ujung-ujungnya dia mengharapkan itu terulang kembali.
Rasa gengsi membuatku berusaha
mengendalikan diri agar perasaanku tidak nampak. Aku tidak ingin Mila tahu
bahwa aku ketagihan menidurinya. Dengan diam, aku langsung berlalu masuk kamar.
Aku berharap Mila masuk, tetapi ternyata tidak. Lalu aku duduk di ruang
keluarga menonton TV dengan mengenakan celana pendek dan kaos singlet. Kudengar
suara Mila di dapur, kesal sekali rasanya karena dia tidak datang menemuiku.
Apakah dia benar-benar menyesal sehingga tidak ingin mengulangi kenikmatan itu
lagi?
Karena tidak tahan, akhirnya
kupanggil dia. Dalam hati aku bertekad, biar aku "mengalah", tapi
nanti akan kubuat dia merengek-rengek.
Mila berjalan dengan mata menunduk
menghampiriku. Batang penisku langsung bangun mengeras, tapi aku tetap tenang.
Kupersilakan Mila duduk, setelah itu baru aku bicara.
"Mil, saya mau ngomong jujur
sama kamu."
"Ngomong apa, Pak?"
"Soal tadi malem, saya terus
terang nyesel, Mil. Saya malu. Saya pikir, seharusnya kita nggak ngelakuin
itu…"
"Iya, apalagi Mila, malu banget
sama Bapak…"
"Saya kepingin ngelupain itu, Mil.
Sejak tadi pagi, saya niat untuk nggak ngelakuin itu lagi. Dengan kamu, atau
dengan siapapun selain istri saya. Tapi…,"
Mila mengangkat wajah menunggu aku
menyelesaikan kalimat.
"Tapi apa, Pak?" Dia
penasaran. Aku tersenyum, lalu perlahan kuturunkan celana pendek beserta celana
dalamku sekaligus. Batang kemaluanku langsung berdiri tegak tanpa penghalang.
"Adik saya ini nggak mau
disuruh ngelupain kamu…!" kataku. Kontan muka Mila memerah, kemudian dia
tersenyum malu-malu. Tanpa kusuruh, dia bangkit lalu berlutut di hadapanku.
Cepat dia melucuti celana pendek beserta celana dalamku. Kemudian batang
penisku digenggamnya dengan dua tangan. Seperti orang melepas kangen, sekujur
tongkat wasiatku itu diciuminya bertubi-tubi., sementara kedua tangannya
mengurut-urut dengan lembut. Aku membalas dengan mengusap-usap rambutnya.
Sejenak Mila mengangkat wajah
memandangku. Matanya mulai sayu, pertanda dia telah terserang birahi. Kemudian
lidahnya menjulur panjang. Topi bajaku dijilatnya dengan satu sapuan lidah. Aku
menggelinjang. Otomatis batang penisku mengedut, dan gerakan itu rupanya
menambah gemas Mila. Lidahnya jadi semakin lincah menjilat-jilat. Buah zakarku
pun kebagian. Aku semakin tidak kuat menahan nikmatnya. Kedua pahaku
mengangkang lebih lebar, pinggulku mengangkat sedikit, dan itu dimanfaatkan Mila
untuk terus menjilat-jilat sampai ke belahan pantatku. Gila, ternyata rasanya
luar biasa nikmat! Belum pernah aku merasakan lubang pantatku dijilat seperti
ini.
"Enak banget, MilKamu pinter
banget," aku mengaku terus terang. Kembali Mila mengangkat wajah
memandangku. Matanya semakin sayu. Sejenak dia mencoba tersenyum, ada rasa
bangga di wajahnya bisa membuatku keenakan seperti itu. Lalu mulutnya menganga
lebar, batang kemaluanku dikulumnya dengan lembut, masuk perlahan-lahan sampai
tiga perempatnya.
"Gede banget, siiih…??!"
dia mendesis sambil menarik mulutnya dari batang penisku. "Mila kepingin
masukin semua, nggak bisa! Nggak muat!"
Aku tersenyum saja. Kutekan sedikit
kepalanya, dia mengerti, kembali batang penisku dimasukkannya ke dalam mulut.
Kali ini dijejal-jejalkannya terus, tapi tetap tidak berhasil karena ukurannya
yang super besar memang tidak memungkinkan. Matanya memandangku lagi sementara
mulutnya terus mengulum sembari mengocok-ngocok batang penisku dengan tangan.
Aku memberinya senyuman membuat dia senang.
"Pak, Mila juga pingin ngomong
jujur," tiba-tiba Mila berkata. Kedua tangannya kembali mengurut-urut
batang penisku dengan mesra, sementara matanya sayu menatapku.
"Ngomong apa?"
"Mila sempet malu karena tadi
malem Mila kayak orang kesurupan. Mila emang gitu kalo' bener-bener keenakan,
Pak."
"Tapi kamu nggak nyesel,
kan?"
"Ya nggak. Mila cuma malu sama
Bapak…"
"Emangnya enak ya, Mil?"
Mila tidak menjawab. Dia berdiri
sembari menurunkan sendiri dasternya. Batang penisku kembali mengedut kuat,
menyaksikan tubuh Mila menjadi telanjang, tinggal bercelana dalam. Sedari tadi
dia memang tidak mengenakan BH. Kuraih tubuhnya agar lebih mendekat dengan
melingkarkan kedua tanganku pada pantatnya yang bulat.
Mila menggeliat kecil sementara
pantatnya kuusap-usap. "Buka, ya?" kataku seraya menurunkan celana
dalamnya, tanpa menunggu persetujuan. Seketika kemaluannya terpampang telanjang
di depan mukaku. Aku menengadah menatap matanya, dan dia tersipu. Mungkin malu,
tangannya bergerak hendak menutupi selangkangannya, tapi kucegah. "Memek
kamu bagus," kataku sambil membelai bulu-bulu hitam kemaluannya. Otomatis
pinggulnya meliuk, mungkin dia kegelian. Aku malah tambah senang, gantian
lidahku yang mengusap pangkal pahanya. Tentu saja dia semakin kegelian.
Beberapa saat lidahku menari-nari di
seputar perut dan pangkal pahanya. Mila menikmati perlakuanku dengan
meliuk-liukkan pinggulnya. Kadang berputar perlahan, sesekali didorongnya maju
mendesak mukaku. Aku jadi gemas, maka jemariku mulai beraksi. Mila mengangkang
sambil menekuk lututnya sedikit ketika dirasakannya jari tengahku menyusup ke
belahan vaginanya yang mulai basah.
Dari satu jari, dua jariku masuk,
disusul jari ketiga. Mila mulai merintih. Pinggulnya bergerak menjauh, tetapi
ketika tusukan jemariku mengendur, dia justru memajukan lagi pinggulnya. Aku
jadi semakin "hot" menggosok-gosok mulut vaginanya dengan jari.
Erangan dan desahan Mila mulai menjadi-jadi. Lututnya gemetar, mungkin tidak
kuat menahan gelora birahi.
"Mila lemess…" desisnya.
Tiba-tiba dia duduk mengangkang di
pangkuanku. Tanpa ada rasa sungkan dan malu-malu lagi, leherku dipeluknya
erat-erat sembari menyodorkan buah dadanya ke mukaku. Aku jadi gelagapan. Buah
dadanya yang montok menutupi hampir seluruh wajahku. Mila mengikik. Dengan
gemas, kugigit puting susunya sedikit, sehingga dia mengendurkan pelukannya.
Baru aku lebih leluasa. Kuciumi buah dadanya yang sebelah kiri, kujilat dan
kukenyot-kenyot putingnya, sementara yang kanan kuremas-remas dengan tangan.
Kurasakan payudaranya mulai memuai semakin montok, dan putingnya mulai
mengeras.
Sesekali aku juga menciumi sekitar
ketiak Mila yang berkeringat. Aku suka bau badannya, harum seperti bayi.
Keringatnya kuhisap dan kujilat-jilat. Mila menggelinjang semakin
"hot".
Beberapa saat kemudian, Mila
menggerak-gerakkan pinggul dan meraih batang penisku. Sambil terus menikmati
cumbuanku pada buah dadanya, dia berusaha menjejal-jejalkan batang penisku pada
mulut vaginanya. Tapi aku pura-pura tidak tahu. Dia mulai kesal, desahannya
semakin kuat dengan erangan-erangan tertahan. Batang penisku terus
digosok-gosokkannya di belahan vaginanya yang basah, tetapi dia belum berhasil
memaksanya masuk.
Kami lalu bertukar posisi. Aku
bangkit, Mila duduk. Lalu kurebahkan tubuhnya. Dia melonjorkan sebelah kakinya
di lantai, sementara yang sebelah lagi disangkutkannya di sandaran sofa.
Posisinya itu membuat kemaluannya merekah, mempertontonkan belahannya yang
merah basah. Kelentitnya menyembul. Aku tidak membuang waktu, langsung kucumbu
kemaluannya dengan mulut dan lidah. Dia mengerang, "Uddaah, Paak…."
Aku tidak peduli karena aku memang
masih ingin bermain-main. Mila sendiri mulai tidak terkendali. Tubuhnya mulai
menggeliat-geliat dengan irama liar tak beraturan. Nafasnya memburu, mulutnya
mengeluarkan desah dan erangan tak henti-henti. "Uddahh, Paak…,
uddaaaahhh…, Mila nggak kuaattt……"
Mengetahui dia mulai dikuasai
birahi, aku justru tambah senang. Pantatnya kuangkat. Mila mengangkang lebih
lebar, sehingga kemaluannya semakin merekah. Mulut vaginanya menganga.
Kusodokkan lidahku lebih dalam, kugoyang-goyang ujungnya dengan cepat, lalu
kukenyot klitorisnya. Dia menjerit. Kembali kugosok-gosok seluruh dinding
vaginanya dengan lidah, sementara kelentitnya kutekan dan kuusap-usap dengan
ibu jari. Lendirnya jadi semakin banyak, pertanda birahinya semakin tinggi.
Tiba-tiba Mila mengangkat pinggulnya
tinggi-tinggi sambil menekan kepalaku kuat-kuat pada selangkangannya. Tubuhnya
mengejang. Kutekan mulutku pada vaginanya, lidahku menjulur lebih dalam, lalu
kukenyot dengan suatu hisapan panjang. Terdengar erangan Mila. Tubuhnya
menggelepar-gelepar menyongsong detik-detik pencapaian orgasmenya, kutambah
nikmatnya dengan terus mengenyot mulut vaginanya yang asin berlendir.
Setelah itu tubuh Mila agak sedikit
lunglai. Nafasnya memburu. Kutindihi tubuh bugilnya. Kuciumi mukanya yang
berkeringat. Dia tersenyum.
"Keenakan, ya?" godaku.
Dia mengangguk. Tangannya meraih batang penisku. "Masukin yuk,
Pak…"
Mila tidak berkata-kata lagi karena
mulutnya kusumbat dengan suatu ciuman bibir yang panas dan panjang. Lidah kami
saling membelit, menghisap, dan menjilat-jilat. Sementara itu kedua buah
dadanya habis kuremas-remas. Kurasakan sepasang payudara indah itu telah amat
keras dan padat. Lalu kembali kuraba selangkangannya. Vaginanya merekah
menyambut usapan jariku, dan kelentitnya menyembul. Basah.
Sengaja aku mencium bibir Mila agak
lama, aku ingin birahinya cepat meninggi. Rasanya aku berhasil. Dia semakin
tidak sabar ingin menuntun batang kemaluanku memasuki liang surgawi miliknya.
Aku pura-pura tidak tahu. Tubuhku menindihinya agak menyamping, sehingga batang
kemaluanku menekan pahanya. Sambil terus berciuman bibir, justru jemariku yang
kembali aktif menggerayangi vagina Mila.
Mila yang lebih dulu melepas ciuman.
Nafasnya terengah-engah. Birahinya pasti telah cukup tinggi. Kembali
terang-terangan dia memintaku segera memasukkan batang kemaluanku. Dia tentu
tidak tahu bahwa aku tengah berniat mempermainkannya sedari tadi. Akan kubuat
dia merengek-rengek sekaligus akan kuberikan dia kenikmatan yang takkan
terlupakan.
Kebetulan sekali telepon berdering.
"Angkat dulu," kataku.
"Kalo' dari Ibu, bilang saya ke rumil Nenek."
Mila mengatur nafasnya terlebih
dahulu sebelum mengangkat telepon. Ternyata betul, itu dari istriku. Aneh,
kejadian itu malah mendatangkan sensasi yang justru membuat birahiku semakin
tinggi. Nikmat rasanya bercumbu dengan babu, sementara dia tengah menelepon
dengan istri sendiri.
Maka, kusuruh Mila menelentang di
sofa sambil terus menelepon. Kebetulan meja telepon terletak persis di sebelah
sofa. Kedua kakinya kukangkangkan lebar-lebar. Kukecup-kecup klitorisnya,
membuat Mila tergagap-gagap menjawab telepon.
"Oh, eh, nggak tau, Bu,"
katanya. Rupanya istriku sudah terlebih dahulu menelepon ke rumil ibunya,
sehingga dia tahu bahwa aku tidak ada di sana. Tapi tentu saja dia tidak
curiga. Dia hanya bertanya mengapa suara Mila terdengar seperti terengah-engah.
"Anusaya tadi lagi di depan,
Bu…, jadi lari-larian…" Mila menjawab sekenanya, sementara pinggulnya
mengangkat-angkat saking keenakan vaginanya kukenyot-kenyot.
Celaka bagi Mila, istriku
mengajaknya ngobrol agak lama. Rupanya dia memesankan banyak hal, terutama yang
menyangkut urusan menjaga Gavin. Aku terus menggodanya dengan cumbuan yang
justru semakin menggila. Batang kemaluanku bahkan kujejal-jejalkan ke mulutnya,
sehingga dia menelepon sambil mengulum. Untungnya dia lebih banyak mendengar
daripada bicara. Itu pun kadang-kadang dia agak gelagapan.
"Kamu denger nggak sih?"
rupanya suatu ketika istriku bertanya karena merasa tidak mendapat respon.
"Mmm..mmm…." Mila
kerepotan melepas batang penisku dari kulumannya. "Ya, Bu…, saya
ngerti…" Istriku bicara panjang lebar lagi, maka kembali kusuruh Mila
mengulum.
"Mmmmm..mm…" dia
merespon omongan istriku sambil terus mengulum, sementara sebelah tangannya
tidak lupa mengocok-ngocok batang penisku. Lama-lama istriku curiga. Tapi
tentunya dia tidak berpikir sejauh itu, dia hanya mengira Mila menelepon sambil
makan permen. Mila mengiyakan.
"Iya, Bupermen lolipop…,"
katanya sambil menjilat topi bajaku yang merah mengkilat. Istriku marah.
"Maaf, Bu…" kata Mila lagi. "Abis, permennya enak
bangetth…"
Mila semakin berani. Dia kemudian
malah berdiri, batang penisku digenggamnya kuat-kuat, lalu dijejalkannya ke mulut
vaginanya. Kuturuti kemauannya. Sambil berdiri, kutahan pantat bulatnya,
kuarahkan batang penisku pada liang vaginanya, lalu kutekan perlahan-lahan.
Vaginanya telah amat basah oleh lendir pelumas, sehingga batang penisku dapat
dengan mudah menyelusup. Mila menahan nafas.
"Buuuddahh, ya? Saya maubbhuang
airrr…." Berkata begitu, Mila langsung menutup telepon, lalu bermaksud
melayani persanggamaan yang baru kumulai.
Dia langsung melingkarkan kedua
tangannya di belakang leherku, memelukku erat-erat, lalu mencium bibirku
lumat-lumat. Aku balas melumat bibirnya dengan tidak kalah panas. Sementara
itu, kedua tanganku meremas-remas pantatnya yang bulat. Mila
menggoyang-goyangkan pinggulnya, berusaha agar batang kemaluanku masuk lebih
jauh ke dalam vaginanya. Aku sendiri tidak bergerak, kubiarkan Mila berusaha
sendiri.
Beberapa saat kemudian, Mila melepas
ciuman. Nafasnya menghambur, panas memburu seperti lokomotif. Pinggulnya terus
menggeliat-geliat, berputar dengan irama lambat. Dia jelas mulai tidak tahan.
Dipeluknya tubuhku lebih ketat, lalu dia berbisik persis di telingaku,
"Ayuk, Paak…"
"Ayuk apa?" godaku. Mila
tidak menjawab, melainkan mendorong pinggulnya sembari menahan pantatku dengan
tangan. Rupanya dia masih dapat mengontrol diri, sedapat mungkin dia tidak
ingin kelihatan liar seperti peristiwa pertama tadi malam. Aku tambah
bersemangat ingin menggodanya. Pokoknya dia harus merengek-rengek kepadaku!
Sambil mengangkat pantatnya,
kuperintahkan Mila menaikkan kedua kakinya lalu melingkarkannya di belakang
pantatku. Kedua tangannya melingkar erat di leherku. Sementara itu, kemaluan
kami tetap bertaut. Mila mengikik, posisinya persis anak monyet sedang
digendong induknya. Aku tahu betul, posisi itu akan mendatangkan kenikmatan
yang luar biasa baginya.
Benar saja, sebentar kemudian dia
mulai mendesah-desah keenakan. Lebih-lebih setelah aku membawanya berjalan.
Setiap aku melangkah, dia menahan nafas, lalu menghamburkannya dengan sedikit
erangan tertahan. Semakin cepat aku melangkah, desah dan erangannya semakin
kuat.
"Uddah, Paak…,
uddaahhh…." desisnya setelah beberapa saat. Seperti yang sudah-sudah,
itu berarti dia minta aku menyelesaikan permainan karena orgasmenya sudah
dekat. Aku berhenti melangkah. Kusandarkan tubuh Mila ke meja makan. Dia
mengangkat pantatnya sedikit. Sebelah kakinya setengah menjinjit ke lantai,
sebelah lagi terangkat tinggi ke samping. Vaginanya jadi merekah, siap menerima
hunjaman batang penisku. Tapi aku hanya menekan perlahan dengan gerakan
satu-dua. Mila jadi penasaran.
"Ayuk, Paak…" pintanya
lagi seperti tadi.
"Ayuk apa?" godaku lagi. Mila
kembali tidak menjawab. Digeliatkannya tubuhnya sambil membuang wajahnya jauh
ke belakang. Aku memutar pinggulku, lalu menekan lagi satu-dua. Pelan sekali.
"Yang kenceng dong,
Paak…" desah Mila akhirnya.
"Begini?" aku mempercepat
gerakanku dua-tiga kali.
"Yah, yah, terrusss…"
"Enak, Mil?"
"Enak bangetts…"
"Kamu doyan?"
"Doyan bangettt…,
adduuuhhhh…, yahh…, yaahhh…."
Kulambatkan lagi gerakanku.
"Emangnya begini nggak
enak?" godaku.
"Enaak…, tapi Mila mau yang
kenceng…!!"
"Gini?" kucepatkan lagi
gerakanku.
"Iyyahhh…,
terruuusss…"
"Enak, Maah?"
"Enak…"
"Bilang dong! Bilang enak,
bilang kamu doyan…"
"Enak…, Mila doyan…"
"Doyan apaan?"
"Aaang…, Bapak?!" Mila
tersipu-sipu
"Ya udah, kalo' nggak mau
bilang…" Aku berpura-pura bergerak hendak mencabut penisku. Mila
buru-buru menahan pantatku. "Iya, iya, Mila bilang! Mila doyan…."
mata Mila semakin sayu dan suaranya berbisik lirih namun sangat jelas,
"…doyan….. ngenthooot!"
Kucepatkan gerakanku sebagai
"upah" karena dia sudah mau bicara terus terang. Matanya terpejam
sedikit. Aku melambat lagi. Mila membuka mata kembali, tatapannya bertambah
sayu. Kujulurkan lidahku, dia menyambut dengan juluran lidah pula. Ujung lidah
kami beradu, bermain-main beberapa saat, lalu kembali kami berciuman. Lumat,
tandas, sementara pinggulku bergerak maju-mundur mulai semakin cepat.
Ketika ciuman kulepaskan, Mila
merebahkan badannya, telentang di atas meja. Dia nampak amat tidak berdaya
diamuk birahi. Orgasmenya pasti sudah dekat. Aku hampir tidak tega, tapi aku
ingin mendengar omongan-omongan joroknya seperti semalam. Aku suka erotisnya.
Maka gerakanku kuatur sedemikian
rupa agar rasanya menggantung. Lambat tidak, cepat pun tidak. Sesekali bahkan
kudiamkan batang penisku terbenam sebagian di liang vaginanya, lalu
kuputar-putar pinggulku. Mila mengerang-erang, mendesah, menggeliat, dan mulai
lupa diri.
"Bapaak…, ayuk,
doong….." desah gadis itu akhirnya. Suaranya bergetar menahan birahi.
"Ayuk apa?"
"Ngenthooothh…., Mila mau
ngentot sama Bapak…, Mila doyan kontol BapaakKontol Bapak enak, gemuk,
panjang, memek Mila rasanya penuh bangettt…"
"Ini kan kita lagi
ngentot?"
"Iya, tapi yang kenceng atuuuh!
Mila nggak kuat, Paak…, Mila hampir keluar!"
"Begini?" kucepatkan lagi
gerakanku.
"Yah, yah, terruuuss…,
yaaaahhh…."
Terus kucepatkan hunjamanku. Lebih
cepat, semakin cepat, cepat sekali. Mila sampai menjerit-jerit. Tubuhnya
menggelepar-gelepar di atas meja. Keringatnya menciprat ke mana-mana. Birahinya
tinggal selangkah lagi mencapai puncak.
"Ennaknya, Paak…., enak
bangeeettt…, teruuuuussss…., yah, yaaaahhh, yaaaaahhh…."
"Saya hampir keluar,
Maah…"
"Mila juga, Mila juga….
Bareng, Pak, bareng…, haahhh…, haaahhhh…."
"Uuuuhhhhh……, enaknya
ngentot sama kamu, Maah…., uuuuhhhhhhh….!!!"
"Oooohhhhh…., terus, Paak…,
yang kenceng! Yang kenceng! Yaaaahhhhh…., terruuuss…"
"Memek kamu sedap banget,
Maah…."
"Kontol Bapak mantep….,
enaakkk…, yaahhh…, terrruuuss…, Mila hampir keluaaar…"
Aku memompa tanpa henti, sampai
tiba-tiba tubuh telanjang Mila mengejang. Pantatnya terangkat tinggi-tinggi,
seakan hunjaman batang penisku masih kurang dalam dan kuat. Dia telah mencapai
orgasmenya yang kedua. Saat itu gerakan pinggulku luar biasa cepat dan kuat,
sehingga Mila menggapai puncak birahinya dengan menjerit panjang. Aku sendiri
mencapai klimaks beberapa detik setelah itu. Air maniku menyembur-nyembur seakan
tak mau berhenti. Crot! Crot! Crot! Banyak sekali. Nikmatnya tak terkatakan.
Mila tersenyum memandangiku dengan
nafas masih agak tersengal. Wajah manisnya kembali nampak lugu. Aku jadi gemas,
kutindihi tubuh montok Mila yang bersimbah peluh. Kuciumi mukanya. Dia
menikmati kecupan-kecupanku dengan memejamkan mata.
"Enak, Maah?" tanyaku
berbisik tepat di telinganya.
"Enak banget, PakMila sampe'
lemes!"
Kembali kuciumi sekujur muka Mila.
Kening, mata, hidung, pipi, juga telinga. Keringatnya kujilat-jilat. Terakhir
kami berciuman bibir lagi, sementara batang penisku kubiarkan menancap pada
vaginanya yang banjir oleh lendir. Nikmatnya masih terasa.
"Saya seneng ngentot sama kamu,
Mil," bisikku jujur setelah itu. "Soalnya enak banget!"
"Apalagi Mila. Nggak mimpi deh
bisa ngerasain enak sama laki-laki hebat kayak Bapak!"
"Hebat apanya?"
"Semuanya! Orang kaya, baik,
cakep, gagah…, mainnya pinter!"
"Kita bisa begini tiap hari
kalo' kamu mau."
"Kalo' ada Ibu?"
Aku tidak bisa menjawab. Kuputus
pembicaraan dengan berciuman lagi beberapa saat. Akibatnya, kembali nampak
tanda-tanda bahwa permainan masih akan berlanjut. Mila membelai-belai wajahku
sementara matanya memandangiku. Lalu dia bergumam lirih,
"Mila takut nggak bisa beginian
kalo' ada Ibu…"
"Jangan dipikirin, Mil,"
bisikku. "Yang penting, kamu harus tau bahwa saya ketagihan main sama
kamu. Saya kepingin kita beginian terus. Pagi, siang, sore, malem."
"Mila juga."
"Sekarang kita masih punya waktu
lima jam sebelum saya jemput si Gavin. Kamu masih kepingin, kan?"
Mila tersenyum sambil mengerjapkan
mata, maka permainan pun berlanjut beberapa ronde lagi. Di dalam kamar tidurku,
di kamar mandi, juga di dapur. Sungguh, nikmatnya seperti tak pernah habis.
10 comments:
MANTAB KOLEKSINYA GAN, JANGAN LUPA KUNJUNGIN JUGA YA
SPG ROKOK BUGIL SEKSI
FOTO TANDA CEWEK MINTA DIENTOT
ABG LABIL LAGI BUGIL
TANTE AMOY KESEPIAN BUTUH SEX
NGINTIP LESBIAN NGESEK DI WC KAMPUS
MAHASISWI BARU DIENTOT SENIOR
PALING ENAK NGENTOT CEWEK KALO LAGI MABOK
MEMEK MODEL KANGKUNG MAHASISWI CANTIK
___________________________________________________________________________________________________________________________________________
ALAT MASTURBASI PRIA MODERN
PENIS TEMPEL GOYANG GETAR
PEMBESAR PENIS DAHSYAT TANPA RESIKO
VIBRATOR MODEL LIPSTICK
BONEKA SEX FULL SILIKON
PINGGUL SEKSI VAGINA SILIKON
ANEKA KONDOM SILIKON UNIK
Sex Gratis
_____________
Bodiseksiku
_____________
Celsea Olivia Telanjang
Video Cewe Entot Kuda
Goyang Sex Murid Smp
Aku Diperkosa Lima Orang
Guru Ngentot Murid
mantapppp kerrrrennnn Brooo
★ ★ ★ ★ ★ ★ ★ ★ ★
╔══╗═════╔╗═════
╚╗╔╬═╦═╦═╣╠╦╦╦╦╗
═║║║╩╣║║╬║═╣║║║║
═╚╝╚═╩╩╬╗╠╩╬╗╠═╝
═══════╚═╝═╚═╝══
★ ★ ★ ★ ★ ★ ★ ★ ★
info DEWASA klik;
RAHASIA SEX TAHAN LAMA
Sex Shop On Line
Call Center Hp : 0821 3495 8895
( SMS ) 24JAM : 0856 0795 4414
Pin BlackBerry: 2AC 44 BCA
www.obatkuatpria69.wordpress.com/
Artikelnya menarik dan menambah ilmu pengetahuan
Cerita Dewasa
Mampir Ya Ke Blog Tante
jual obat aborsi
obat aborsi jogja
jual obat aborsi surabaya
obat aborsi bali
jual obat aborsi makassar
obat aborsi batam
Mantap ceritanya.. :D
kunjungan pagi.. http://bokeda.xyz
cerita yang indah bagus banget
Obat Pembesar Penis
Obat Forex Asli
Obat Forex
Forex Asli
Hammer Of Thor
Obat Hammer Of Thor
Hammer Of Thor Asli
Obat Hercules
Obat Hercules Capsul
Obat Hercules Asli
Obat Hercules Cair
Obat Magna Rx Plus
Titan Gel Asli
Titan Gel
Titan Gel Asli Rusia
Ciri Ciri Hammer Of Thor Asli Dan Palsu
Ciri Ciri Obat Forex Asli Dan Palsu
Ciri Ciri Titan Gel Asli Dan Palsu
AYO SEMUA BERMAIN DI TOGEL PELANGI JANGAN LEWATKAN PROMO MENARIK DARI KAMI
HUBUNGI KONTAK KAMI :
BBM : D8E23B5C
WHAT APPS : +85581569708
LINE : togelpelangi
WE CHAT : togelpelangi
LIVE CHAT 24 JAM : WWW-ANGKAPELANGI-NET
SALAM JACKPOT DARI KAMI :)
Post a Comment